26 Des 2008
PEREMPUAN DAN MASA DEPAN BANGSA
Disudut manapun perbincangan tentang perempuan tak kunjung usai, ibarat mata air yang tidak pernah kering, selalu menarik untuk dibahas. ‘Perempuan’ sudah menjadi globalization topic. Sehingga menimbulkan multiperspektif di kalangan pemerhati perempuan. Persoalan perempuan memang begitu banyak dan kompleks, semua itu sudah menjadi realitas obyektif yang tak bisa dipungkiri. Bermula dari pengakuan dan hak yang perlu diperjuangkan, adab pergaulan, keterbatasan dalam berkiprah baik dibidang apapun itu, kesetaraan gender sampai ke hal yang paling inti sekalipun masih saja dikupas tak henti-hentinya. Manalagi persoalan kemiskinan, kekerasan (violence),--baik yang berbentuk kekerasan fisik seperti pemukulan dan penyiksaan ; kekerasan emosional/psikologis seperti penghinaan dan pelecehan ; kekerasan ekonomi seperti trafficking (perdagangan) perempuan untuk tujuan eksploitasi seksual dan pornografi ; maupun kekerasan seksual seperti pemerkosaan termasuk apa yang disebut sebagai pemerkosaan dalam perkawinan (marital rape).dan ketidakadilan/diskriminasi--sering disebut-sebut sebagai persoalan krusial yang dialami oleh perempuan dari masa ke masa.
Fenomena seperti ini masih saja menjadi topik utama dalam segala macam dialog dengan intensitas yang beragam baik dalam skala individu, rumah tangga/keluarga, masyarakat, maupun negara. Diakui bahwa banyaknya persoalan perempuan (woman’s accident) memang telah memunculkan simpati yang sangat besar pada sebagian kalangan. Tak heran jika ditiap perbincangan tentang perempuan tak lepas dari dari pembahasan ‘gerakan feminisme’. Kesadaran sebagian perempuan tentang hak yang belum memihak mengajak para kaum hawa ini nekad bersuara dan mengais keadilan di tiap penjuru penegak keadilan bagi perempuan. Gerakan feminisme sesungguhnya berangkat dari asumsi dan kesadaran bahwa kaum perempuan pada dasarnya ditindas dan dieksploitasi. Tak kalah dengan ide kesetaraan (gender), kebebasan dan individualisme sebagai pemikiran pokok dari demokrasi yang intens. Para perempuan siap menyuarakan kebebasan mereka untuk berkarya layaknya kaum pria. Segala macam senjata ampuh yang mereka siapkan untuk mengangkat derajat kaum hawa di mata dunia. Apakah melalui gerakan-gerakan persaudaraan, bergelut di dunia politik, pencetusan ide-ide lewat tulisan atau di bidang apapun bahkan berasumsi bahwa tidak ada lagi perbatasan antara kaum pria dan perempuan.
.
Perempuan dan Politik
Wacana yang menarik dan lebih intens lagi di bicarakan saat ini adalah posisi perempuan dalam ranah politik. Salah satu wadah bagi perempuan agar bisa memperlihatkan eksistensinya. Bicara politik sesungguhnya bicara siapa mendapatkan apa, kapan dan bagaimana. Yang terpatri di benak semua orang adalah pemahaman tentang relasi kuasa antar individu, perempuan dan laki-laki, kelompok masyarakat dan organisasi beserta segala persoalannya. Sedangkan jika merujuk kepada pemahaman konvensional maka politik diartikan semata-mata persoalan kekuasaan, negara dan jabatan tertentu. Terdapat pemisahan mengenai publik dan privat di dalamnya, padahal dalam kenyataannya, batas antara persoalan publik dan privat sangatlah abstrak, karena segala persoalan di wilayah publik akan berdampak pula jika dikatakan bahwa tidak ada batas yang tegas antara publik dan privat maka tentunya kiprah politik perempuan bukanlah sekedar keterwakilan mereka di lembaga legislatif, ataupun hanya muncul sebagai trend menjelang moment politik tertentu, karena pada hakikatnya perempuan adalah politisi untuk dirinya sendiri. Maka sesungguhnya 51% perempuan Indonesia adalah juga politisi, bukan hanya mereka yang duduk di legislatif..
Politik sesungguhnya telah lama mengalami penyempitan arti. Sejak dulu politik hanya dikaitkan dengan kekuasaan dan urusan negara padahal makna politik sesungguhnya adalah apapun yang berkaitan dengan hidup kita. Bagi perempuan, desakan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang lebih baik adalah politik. Begitu juga cara mempengaruhi suami untuk mendapatkan hak nafkah adalah politik. Maka tidak heran di era elit ini para perempuan beromba-lomba ingin menduduki posisi di kursi kepemerintahan
Sementara dalam perspektif feminisme, perempuan selalu diidentikkan dengan kekuasaan dan legislasi. Sehingga ide pemberdayaan peran politik perempuan selalu diarahkan untuk menjadikan kaum perempuan mampu menempatkan diri dan berkiprah di elit kekuasaan lembaga legislasi, atau minimal berani memperjuangkan aspirasinya sendiri secara independent tanpa pengaruh maupun tekanan pihak manapun. Padahal kenyataanya, masalah ada tidaknya hubungan antara kiprah politik perempuan seperti itu dengan tuntasnya persoalan perempuan masih sangat debatable.
Sebuah solusi
Perempuan yang modern lahir dengan penampilan yang anggun, berwawasan, cerdas dan mampu di andalkan sampai ke tingkat internasional sekalipun tetap saja namanya perempuan. Mereka lahir dengan segenap kewajiban dan haknya sebagai perempuan yang tak mungkin lepas dari kehidupan mereka. Ketika dipadankan dengan konsep feminisme dan kesetaraan gender, posisi dan hakikat kelahiran seorang perempuan terbantahkan dengan mentah-mentah. Konsep ini telah mendorong para perempuan percaya diri untuk berkiprah di dunia politik. Suatu hal yang sangat lazim di era global sekarang. Di sudut kota manapun, orang-orang sudah tidak heran lagi ketika sebuah kedudukan tertinggi alias pemimpin dijabat oleh perempuan. Sebuah anjakan yang drastis dan tentunya dilewati dengan perjuangan. Begitu besarnya nyali seorang perempuan yang ingin berkuasa dan sebagai bentuk aktualisasi diri.. Namun apakah perubahan ini menjanjikan sebuah hasil yang maksimal, dalam artian membangunkah sebuah bangsa itu? Ketika sosok perempuan Indonesia khususnya ingin menjadi penguasa, ingin duduk manis di kursi pemerintahan, siapa yang akan menopang pilarnya runah tangga, yang notabene peranan atau posisi seorang perempuan sangat ditentukan kejayaannya. Sedangkan menjadi sosok pemimpin (perempuan) harus siap sedia dimana, kapanpun dibutuhkan. Maka secara otomatis terbengkalailah pondasi keluarga ketika seorang perempuan (ibu) yang pada hakekatnya membimbing, menjalankan tugas dan amanahnya sebagai pemimpin sang buah hati, karena tuntutan masyarakat sudah pastinya lebih penting daripada tuntutan kebutuhan keluarga.
Disinilah kelihaian segelintir perempuan yang ingin berkiprah di dunia politik. Memahami ‘politik’ yang sempit dan berasumsi bahwa berpolitik hanya bisa diperankan di layar politik kenegaraan saja. Padahal berbagai macam cara untuk berpolitik, intinya orang berpolitik untuk menjadi pemimpin, untuk di dengarkan, untuk mengatur atau mendapatkan kekuasaan. Perempuan bisa saja berpolitik di lingkup rumah tangga. Mengapa tidak? Betapa berhasilnya seorang perempuan ketika mampu mengatur atau mengorganisir sebuah miniature keluarga nan sejahtera dan mampu memimpin anak-anaknya kearah yang baik. Secara tidak langsung peran perempuan dalam politik tertera dan turut membangun bangsa. Sebagaiman yang diketahui bahwa berjayanya sebuah bangsa berakar dari kokohnya sebuah keluarga. Nah disinilah semestinya perempuan menempatkan posisinya. Tidak harus berpolitik dengan urusan negara, karena disisi lain ada hal yang sudah menjadi kewajiban bagi seorang perempuan.
Dilihat dari sudut pandang religius. Sebagai dien yang menyeluruh dan paripurna, Islam memiliki pandangan yang khas dan berbeda secara diametral dengan pandangan ysng khas dan berbeda secara diametral dengan pandangan demokrasi dalam melihat dan menyelesaikan persoalan perempuan. Termasuk dalam memandang bagaimana hakekat politik dan kiprah politik perempuan didalam kehidupan masyarakat. Sebagaimana diketahui Islam memandang bahwa perempuan hakekatnya sama dengan laki-laki, yakni sama-sama sebagai manusia, hamba Allah yang memiliki potensi dasar berupa akal, naluri dan kebutuhan fisik. Sedangkan dalam konteks masyarakat, Islam memandang bahwa keberadaan perempuan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan laki-laki. Keduanya diciptakan untuk mengemban tanggung jawab yang sama dalam mengatur dan memelihara kehidupan ini sesuai kehendak Allah SWT sebagai pencipta dan pengatur mahklukNya. (QS.9:71,51:56).
Pada tataran praktis, Islam telah memberi aturan yang rinci berkenaan dengan peran dan fungsi masing-masing dalam menjalankan kehidupan ini. Adakalanya sama dan adakalanya berbeda. Hanya saja adanya perbedaan dan persamaan pada pembagian peran dan fungsi masing-masing ini tidak bisa dipandang sebagai adanya kesetaraan atau ketidaksetaraan gender. Pembagian tersebut semata-mata merupakan pembagian tugas yang dipandang sama-sama pentingnya di dalam upaya mewujudkan tujuan tertinggi kehidupan masyarakat, yakni tercapainya kebahagiaan hakiki di bawah keridhoan Allah swt semata.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar