26 Des 2008

MEMAKNAI NASIONALISME DAN DEMOKRASI



Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.504 pulau (termasuk 9.634 pulau yang belum diberi nama dan 6.000 pulau yang tidak berpenghuni) . Di sini ada 3 dari 6 pulau terbesar di dunia, yaitu : Kalimantan (pulau terbesar ketiga di dunia dengan luas 539.460 km2), Sumatera (473.606 km2) dan Papua (421.981 km2). Sebuah rekor dunia yang perlu dibanggakan menjadi orang Indonesia. Juga tercatat sebagai pulau maritim terbesar di dunia dengan perairan seluas 93 ribu km2 dan panjang pantai sekitar 81 ribu km atau hampir 25% panjang pantai di dunia. Sehingga tidak heran jika SDA (Sumber Daya Alam) dan SDM (Sumber Daya Manusia) yang dimiliki juga banyak. Belum lagi perbabakan sejarah perjuangan merebut dan mempertahankan tanah air bersama dengan para pejuangnya.

Termaktub dalam perbabakan sejarah, dalam pembangunannya, Indonesia memiliki para perintis dan pendiri yang patut diajukan jempol. Berpegang pada komitmen yang kental terhadap persatuan dan kesatuan bangsa ini. Setiap derap langkah yang digerakkan berbaur pada upaya perjuangan dan pertahanan bangsa. Inilah yang membawa Indonesia menjadi sebuah negara yang unggul. Jika dilihat dari perjalanan sejarah dan penggalan waktu, bangsa Indonesia bisa mencapai satu konsensus untuk tetap bersatu seperti yang terjadi pada tahun 1908, 1928, 1945 dan 1965, semua itu tidak dapat dilepaskan dari landasan kultural bangsa. Perbabakan ini tentunya merupakan bentuk dari semangat cinta terhadap tanah air Indonesia. Sejarah inilah yang membawa Indonesia pada tahapan sekarang ini. Namun apakah dengan mendongengkan sejarah saja cukup menjadi pembuktian terhadap sebuah aktualitas diri sebagai bangsa yang cinta akan negaranya? Sebuah realitas yang perlu dijawab dengan kesadaran moril individu secara khusus dan masyarakat pada umumnya.

Penjajahan Ideologi
Keunggulan Indonesia yang didukung dengan potensi SDA dan SDM yang dapat mengancam bentuk negara kesatuan harus di pahami secara general sejak dini. Potensi itu antara lain adalah faktor geografi, heterogenitas etnis, agama dan kultur, kesenjangan ekonomi dan sosial yang amat besar, pertikaian politik ideologis serta fragmentasi dikotomis.
Sadar atau tidak, Indonesia yang mengalami krisis multidemensi sekarang ini telah terjajah lagi. Namun penjajahan yang dimaksud tidak dalam bentuk fisik, melainkan dalam tataran ideologi. Kesadaran tentang hal ini masih minim diketahui, bukan karena, masyarakat sekarang tidak tahu, tetapi karena rasukan ‘kenikmatan’ yang melenakan Indonesia. Keadaan ini tentu berdampak pada integritas dan harga diri bangsa Indonesia yang berdaulat. Tidak satu atau dua kali bangsa kita dilecehkan, namun siapa yang mau melawan. Tidak dipungkiri, bentuk perlawanan yang terjadi Indonesia memang ada, Namun kekeliruan dalam perlawanan tersebut justru menjerumuskan bangsa ini menjadi terpuruk.
Zaman sebelum Indonesia merdeka. Bangsa ini dijajah dengan meriam (Secara fisik), dan para pejuang kita juga melawan dengan bentuk fisik pula, Berbanding terbalik dengan kondisi sekarang ini, bangsa ini dijajah tidak lagi dengan meriam, namun secara ideologi (Non fisik), maka yang harus dilakukan sekarang adalah bagaimana bisa berperang melawan dengan menggunakan ideology juga. tidak dengan aksi-aksi kekerasan yang sering terjadi akhir-akhir ini. Karena hukum secara universal yang berlaku baik di negara Indonesia sendiri maupun secara global tidak akan berpihak pada aksi kekerasan yang bisa mengancam perdamaian dunia. Jika hal ini tidak disadari, tidak mustahil Indonesia akan terlengser dan nasionalisme akan mengalami degradasi.

Peran Pemuda Indonesia
Dinamika peran pemuda dalam momen-momen penting dan perjuangan Bangsa Indonessia merupakan sebuah komunitas kecil dan bisa di kategorilkan sebagai kekuatan minority prophetic, yaitu kekuatan kecil yang bertindak seperti seorang “nabi” untuk merubah kondisi sosial kemasyarakatan. Sementara itu, pemuda juga menyandang beberapa predikat yang sangat lazim di dengar, yakni; agent of social change, social control dan moral force. Intinya, keterlibatan pemuda dalam alam reformasi dan iklim demokrasi hampar jika mereka tidak turun tangan. Namun pantas di pertanyakan secara kritis, kemana arah gerakan Pemuda dewasa ini. Sejauh mana kontribusi dan komitmen mereka dalam menciptakan kepemimpinan nasional yang kredibel, professional, akuntabel dan mempunyai integritas etika, dan moral?
Menyadari peran Pemuda yang memiliki andil besar dalam menciptakan bangsa yang berdaulat ini perlu kiranya diantisipasi sedini mungkin. Lantaran gejala-gejala eksternal yang bisa meruntuhkan akhlak, moralitas dan ideologi anak muda, terutama dalam menghadapi tantangan globalisasi. Dalam kaitannya dengan ‘nasionalisme’ dan ‘patriotisme’, semangat ini perlu dijiwai oleh pemuda-pemudi Indonesia terkhususnya, dan seluruh masyarakat pada umumnya.

Nasionalisme dan Demokrasi
Sedikit mengkritik tentang nasionalisme bangsa ini. Pendapat umum Indonesia tentang nasionalisme adalah suatu tata pikir dan tata rasa yang meresapi mayoritas terbesar sesuatu rakyat dan beranggapan bahwa dirinya meresapi semua anggota rakyat itu. Menurut (Wilson; 1978) sementara negara nasional sebagai bentuk ideal organisasi politik dan nasionalitas sebagai sumber bagi segala tenaga budaya yang kreatif. Arti kata lain nasionalisme adalah suatu ide yang mengisi otak dan hati manusia dengan pikiran baru dan perasaan baru, serta mendorong untuk menerjemahkan kesadarannya ke dalam bentuk aksi yang terorganisir. Dengan demikian, nasionalitas bukan semata-mata suatu kelompok yang diikat dan dijiwai oleh kesadaran bersama, melainkan juga merupakan suatu kelompok yang ingin mengungkapkan dirinya ke dalam apa yang dianggapnya bentuk tertinggi berorganisasi, yaitu negara berdaulat.
Nasionalisme yang di tampilkan oleh bangsa Indonesia sedikit berbeda dengan bangsa lain. Misalnya, sebelum ada ancaman terhadap bangsanya, baik dari internal maupun eksternal, nasionalisme bangsa ini, tenang-tenang saja, namun ketika ancaman atau gangguan itu datang barulah nasionalisme itu muncul. Nasionalisme bahkan tidak diperlukan guna perwujudan demokrasi. Nasionalisme tidak membentuk demokrasi, kebebasan individu dan persamaan hak. Nasionalisme Indonesia terbentuk lantaran mempertahankan kesatuan tanah air, dan bahasa, hal ini tertuang dalam Sumpah Pemuda. Berbeda dengan negara yang menganut otoriter-sosialis. Contohnya saja negara Taiwan, dimana nasionalisme mereka bangkit lantaran melawan otoritarime dan melepas cemkaman penjajah melalui demokrasi, (P. Kennedy, 1993). Sehingga nasionalisme mereka terbentuk karena demokrasi. Padahal sebenarnya, Indonesia juga melepaskan diri dari otoritarisme colonial, namun kesadaran pentingnya demokrasi dalam membangun nasionalisme tidak ada. Sebuah kesalahan pembentukan sejarah, namun bukan berarti bangsa yang ada sekarang harus mengalir dengan aliran sejarah tersebut. Menghargai dan menjunjung tinggi kedaulatan negara itu lebih baik daripada tidak melakukan bakti apa-apa terhadap negara Indonesia kita yang tercinta ini. Tentu tidak lepas dari pengaktualisasian diri serta menerima beban moral dan amanah dari para leluhur, pejuang tanah air Indonesia.
Nasionalisme dan demokrasi merupakan pasangan oposisioner. Kesejajaran antara kedua elemen tersebut merupakan inti dari kesuksesan sebuah bangsa. Tidak ada demokrasi tanpa nasionalisme, pun tidak ada nasionalisme tanpa demokrasi. Namun, kenyataan di Indonesia, nasionalisme dan demokrasi seperti konflik yang permanen. Kalau nasionalisme kuat, demokrasi surut. Kalau demokrasi menguat, nasionalisme meluntur. Gejala ini tampak menonjol setelah reformasi. Setelah masa tekanan panjang kekerasan nasionalisme selama Orde Baru, gerakan reformasi demokrasi bagai kuda liar lepas dari kandang. Eforia demokrasi membuahkan hasil dengan memisahkan diri dari negara kesatuan, seperti yang terjadi di Timor-timor, Aceh, RMS.
Dalam ungkapannya, Amin Rais tahun 2003 lalu, masa depan NKRI akan mengalami degradasi nasionalis apabila antisipasinya tidak rasional, sistematis, dan empiris dilakukan. Oleh karena, seluruh elemen di seluruh Indonesia harus sungguh-sungguh menangani gejala ini agar Indonesia ke depan tetap eksis sepanjang masa. Penyamaan persepsi dan pemahaman terhadap nasionalisme dan demokrasi perlu dipahamkan secara detail dan tidak menimbulkan kekeliruan agar supaya tidak terjadi kesalahan dalam mengartikan arti sebenar kedua item ini. Tidak cukup dengan pemahaman yang benar saja, akan tetapi tahu bagaimana menempatkan posisi yang benar dalam menjalankan kehidupan berdemokrasi. Berangkat dari kehidupan yang demokratis maka akan tertanam pula jiwa nasionalisme bangsa Indonesia.

Hakekat Berbangsa Indonesia
Ditinjau dari latar belakang sejarah, Indonesia dengan tegas menyatakan sebagai sebuah sistem kehidupan yang antipenjajah (kolonialisme), anti-imperialisme. Berangkat dari faham-faham inilah yang akan membawa Indonesia untuk mempertahankan martabat, harga diri bangsa ini. Sebagai pelonco masa depan negara, pemuda-pemudi haruslah menyadari betapa besarnya tanggungjawabnya sebagai pemegang amanah dalam menentukan liku-liku perjalanan Indonesia kedepan.
Menerima hakekat sebagai bangsa Indonesia adalah sebuah kenyataan yang tidak akan bisa dinafikan. Hadir dan lahir di tanah air Indonesia merupakan sebuah kesyukuran yang mestinya dilakukan oleh anak bangsa Indonesia. Melihat, merasakan apa yang terjadi di bumi Indonesia ini mestinya menggugah semangat kita untuk memperbaiki segala unsur tataran kehidupan agar menjadi lebih baik, menjaga nama baik bangsa dari pelecehan-pelecehan yang bisa menjatuhkan harga diri negara Indonesia, melestarikan khazanah-khazanah yang dimiliki baik itu karya manusia maupun yang alami, dan yang paling penting adalah melaksanakan kewajiban-kewajiban, baik sebagai rukun bernegara, maupun sebagai khalifah Yang Maha Kuasa. Tentunya ada tujuan yang ingin dicapai, sehingga semua berjalan selaras dengan kehidupan yang harmoni, tetap menjaga jiwa yang nasionalis dan di barengi dengan sikap yang demokratis serta sportif dalam menghadapi tantangan kehidupan kedepan.
Dalam penegakan hak asasi manusia (HAM) sesuai UU No 39 Tahun 1999, pemuda sebagai kekuatan moral harus bersifat objektif, dan benar-benar berdasarkan kebenaran moral demi harkat dan martabat manusia. Terbentuknya pemuda yang nasionalis dan mampu memahami makna demokratis bukan democrazy akan menopang pilar bangsa Indonesia. Indonesia menanam harapan besar terhadap generasi muda sebagai sumber manusia muda (young human resources) atau sebagai sumber tenaga kerja potensial (potential man power) yang terampil, serta mempunyai imajinasi dan daya terap untuk berjuang. Indonesia hari ini mencerminkan Indonesia hari esok, pemuda hari juga mencerminkan pemuda hari esok.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar